Paul Temporal, ahli pemasaran dari Said Business School, University of Oxford, punya istilah dramatis untuk menggambarkan besarnya segmen pasar muslim ; “Pangsa pasar besar terakhir di dunia.”

umat_islam

Populasi muslim yang besar diproyeksikan dapat menjadi pasar alternatif setelah ekonomi Cina, Eropa dan Amerika Selatan menurun. Paul meramal, jumlah umat Islam pada 2030 akan mencapai 2,2 miliar jiwa, naik 35% dari total populasi muslim sedunia sekarang. Jumlahnya akan terus bertambah, hingga pada tahun 2050 ia perkirakan total orang Islam secara global menyentuh angka 2,6 miliar atau 30% dari populasi manusia di planet biru. Pada masa itu, menurutnya, 60% penduduk dunia usia di bawah 18 tahun adalah muslim.

Statistik tersebut menggambarkan betapa penting dan potensialnya umat muslim di masa mendatang. Volumenya akan melampaui pasar Cina dan India yang masing-masing diperkirakan hanya sekitar 1 miliar orang. Saat ini saja, umat Muslim dunia sudah mencapai 1,8 miliar. Sebuah angka yang menunjukkan besarnya peluang lucrative untuk digarap para pelaku bisnis.

Salah satu pasar muslim yang tengah berkembang pesat adalah industri busana muslim. batik dian pelangi  Merujuk data Thomson Reuters dalam State of the Global Islamic Economy 2013 yang dimandatkan oleh Dubai Capital of the Islamic Economy, nilai belanja yang dikeluarkan muslim dunia menyentuh angka US$224 miliar untuk belanja pakaian dan sepatu di tahun 2012. Jika dibandingkan total belanja pakaian penduduk dunia, angka ini mewakili 10,6%. Nominal tersebut diprediksi akan melonjak hingga US$322 miliar di tahun 2018, atau mencapai 11,5% dari pengeluaran global.

Referensi itu tentu merupakan peluang menarik bagi pelaku bisnis fashion muslim di Indonesia. Apalagi data tersebut juga menyebutkan posisi Indonesia yang berada pada ranking ketiga sebagai negara konsumen busana muslim terbesar senilai US$17M di tahun 2012. Berada pada urutan pertama adalah Turki (US$25M), disusul Iran (US$ 21M). Di bawah Indonesia ada Mesir (US$ 16M), Saudi Arabia (US$ 15M) dan Pakistan (US$ 14M).

Bukan sekadar angin surga, kenyataannya –seperti diungkapkan oleh Rony Yuzirman pemilik merek Manet Busana Muslim, semua segmen di sini ternyata memang menggeliat secara signifikan di pasar.  Mulai dari kelas butik (dengan harga di atas Rp 5 jutaan), kelas branded masal (Rp500 ribu – Rp 2 jutaan), hingga kelas bawah yang memiliki volume paling besar.

Uje  Sebagai ilustrasi Rony memberikan contoh pergerakan baju koko model “Uje” yang dijualbelikan dengan berbagai merek di pasar grosir semacam Tanah Abang blok A. Model yang dulu dipopulerkan oleh almarhum Ustadz Jeffrey al Buchory ini bisa terjual jutaan –sekali lagi jutaan—piece untuk satu merek pada satu session fashion (biasanya berlangsung selama 3 bulanan).

Desainer Itang Yunazh adalah salah satu pelaku busana muslim yang diuntungkan oleh peran “endorsing” Uje untuk baju koko merek “Preview” miliknya. Desain khas dan pembentukan image positif oleh almarhum membuat produk seharga Rp 125 ribuan itu laris manis di Tanah Abang yang arus penjualannya mengalir ke seluruh pelosok Indonesia. Selama setahun saja, Itang mengaku produknya terjual hingga 1 juta potong. Bahkan seorang customer reseller-nya dari Bandung mampu meraih margin hingga Rp 3 miliar dalam satu bulan.

“Pasar di segmen ini memang luar biasa. Kalau ada satu desain saja yang tren di TV, dampaknya akan booming tidak kira-kira,” tambah Rony yang juga merupakan founder komunitas Tangan di Atas (TDA).

Celebrity Endorsing

Ya, banyak pelaku industri busana muslim percaya kekuatan celebrity endorser –yang sering muncul di televisi– untuk menciptakan tren baru (dengan lifecyrcle yang sangat dipengaruhi tren sinetron) sekaligus mendorong penjualan. Anda tentu masih ingat hebohnya tren “kerudung KD” yang dipakai artis Krisdayanti ketika bermain dalam sinetron Ramadhan “Doaku Harapanku” bertahun-tahun silam.  hijab-fashion-week-2012-22Lalu ada jilbab “Ketika Cinta Bertasbih” seperti yang dipakai Rianti Cartwright, jilbab Marshanda, jilbab ala Siti Nurhaliza, jilbab Syahrini, dan berbagai julukan ngepop untuk setiap model merunut artis pemakainya.

Maka tidak heran kalau pada tahun-tahun terakhir para pemain busana muslim terlihat agresif menggaet selebriti untuk dijadikan duta merek. Baik dari kalangan pesohor pria (yang bertampang alim), kanak-kanak pemain sinetron religi, dan terutama selebriti wanita berhijab. Rabbani misalnya, mendapuk juara X Factor Indonesia, Fatin Shidqia menggantikan posisi Zaskia Adya Mecca sebagai duta mereknya, Shafira memanfaatkan hangatnya pasangan pengantin baru Dude Herlino dan Alyssa Subandono, Al Fath di Jogja sana sudah lama menempatkan peragawati senior Ratih Sang sebagai ikon, Keke Collection mempercayakan produknya pada artis cilik Nizam Hasan sementara Daniss – kompetitornya sudah terlebih dahulu menyomot pesinetron cilik Baim.

“Waktu Nizam punya program Man Jadda Wajada (AnTV 2012), produk Keke langsung laris luar biasa. Gimana nggak booming se-Indonesia, satu jam tayang dan kostum yang dia pakai semua dari Keke,” ujar Ika Kartika, founder Keke Collections.    Sebelumnya, Nizam juga berhasil memopulerkan model gamis keluaran Keke yang tidak umum dikenakan anak laki-laki Indonesia dan sempat diragukan daya jualnya oleh toko-toko yang menjadi distributor meerka. nizamKenyataannya, personality Nizam yang menggemaskan mampu mengangkat pamor gamis sebagai tren model busana muslim anak laki-laki, sekaligus menggerakkan nilai pasarnya. Kalau sudah begitu, kontrak seharga Rp300 juta untuk satu tahun peran Nizam sudah tentu bukan pemborosanbaju-muslim-anak-dannis.

Kecuali celebrity endorser, menurut Rony, trend setter busana muslim juga mengalir dari segmen atas ke bawah. Jika suatu model sudah tren di level atas, segmen bawah biasanya juga akan mengikuti dengan versi lebih murah. Para pelaku tinggal melakukan penyesuaian dalam hal warna dan aplikasi agar sesuai selera pasar bawah.

Selain diwakilkan brand ambassador, pakem komunikasi yang banyak dianut para pemain busana muslim adalah promosi melalui katalog, baik dalam bentuk cetak maupun digital. Media ini murah, atraktif, dan efektif untuk memaparkan product knowledge sampai ke level harganya. “Kami konsisten menampilkan produk terbaru di dalam katalog,” ungkap Randy Saputra, CEO Keke Collections. Bahkan bukan hanya berfungsi sebagai alat penjualan, katalog ternyata juga bisa dimaksimalkan sebagai alat untuk memotivasi jaringan penjualan atau agen. Cara yang sederhana saja misalnya, menampilkan profil mereka di dalam halaman katalog. Demi awareness, Keke juga tidak sayang “membuang” Rp500 juta di Islamic Book Fair tanpa disertai proses jualan karena tidak diperbolehkan panitia untuk produk non buku.

Beberapa pemain “Olshop” (Online Shop) busana muslim menemukan channel iklan alternatif yang efektif dan efisien di dunia digital. Saqina.com misalnya, sejak awal 2009 mencoba peruntungan di Facebook, portal berita online dan mesin pencari Google, kendati tetap mencoba beriklan di majalah cetak.  Dari Rp100 juta modal pinjaman dari bank, Muhammad Rosihan mengalokasikan 45% sendiri untuk beriklan secara cermat dengan memilih momentum dan media yang tepat untuk Saqina.

Saat mulai bisnis Saqina pada Ramadhan 2009, Rosihan menaruh iklan berukuran kecil di sebuah portal berita online dan di Google AdWords dengan kata kunci “baju muslim” dan “busana muslim”. Ia juga rajin beriklan di Facebook yang waktu itu rate-nya masih US$50 dollar/hari. Prediksi momentum dan media yang dipilih Rosihan ternyata sangat tepat karena trafik dan transaksi di Saqina.com langsung meningkat pesat.

girly hijabing

Di Facebook segmentasinya sangat cair sehingga pemain hanya bisa membatasi wilayah, jenis kelamin dan umur, tanpa mampu mengincar segmen pendidikan dan sosial ekonomi tertentu. Oleh karena itu Rosihan memanfaatkan Facebook lebih untuk branding agar Saqina.com diketahui banyak orang.  Meski demikian, aku Rosihan, iklan di Facebook ternyata menghasilkan trafik sebesar 7 ribu sampai 8 ribu kunjungan setiap harinya. Trafik inilah yang turut mengangkat posisi Saqina.com dalam hasil pencarian di Google. Setelah itu Rosihan berhenti beriklan di media online dan fokus memainkan Search Engine Optimization (SEO) guna mempertahankan Saqina.com di baris depan pencarian Google. Untuk menunjukkan eksistensi Saqina, ia beriklan di sebuah majalah muslim setiap dua bulan sekali.

Dengan perhitungan seperti itu, Rosihan akhirnya memutuskan menutup empat toko fisik yang dinilai kurang potensial demi efisiensi modal. saqinaNamun begitu, ia tetap mempertahankan empat lainnya karena adanya toko fisik sangat penting untuk membangun kepercayaan. “Saat Saqina.com pertama dirilis, halaman di situs web yang paling banyak dikunjungi adalah jaringan toko,” tuturnya. Halaman ini memberi informasi tentang keberadaan toko fisik, foto toko dan koleksi, alamat, nomor telepon, serta peta digital.

Bahkan hingga kini, masih ada orang yang datang ke kantor pusat Saqina.com di Duren Tiga, Jakarta Selatan, sekadar untuk memastikan keberadaan kantor Saqina.com. Kebanyakan datang mengecek adalah saudara atau kerabat dari calon  customer di daerah, yang hendak memesan barang dalam jumlah besar.

Menurut Rosihan, keberadaan toko fisik di berbagai kota harus dibarengi kepandaian membaca selera pasar setempat. Karena itu tokonya di Jakarta didominasi persediaan busana muslim Saqina berwarna warna gelap dan adem. Sedangkan di Karawang dan Purwakarta, ia lebih banyak menyediakan baju-baju warna terang sesuai selera pasarnya. Kondisi ini ternyata berbeda dengan karakter e-commerce. Karena coverage-nya tidak terbatas, jualan online baju warna apa saja, pasti ada yang berminat. Tidak heran kalau Rosihan kerap kualahan merespon permintaan.

E-Commerce menjadi jaringan distribusi relatif baru yang berkembang bersama pesatnya dunia digital. Di channel ini, pemain olshop punya peluang tumbuh besar dari modal tidak seberapa besar. Saqina yang didirikan Rosihan pada Ramadhan tahun 2008 awalnya merupakan alternatif pengembangan 8 toko fisik yang ia miliki. Namun dalam perjalanannya, channel ini mendapatkan respon sangat bagus dan menjanjikan margin besar. Bayangkan saja, kontribusi keuntungan dari 8 toko fisik Rosihan hanya 35%, sementara keuntungan dari satu platform e-commerce Saqina.com bisa sampai 65%. Karena peluang itu, lelaki  42 tahun ini akhirnya menjadikan olshop sebagai channel utama bisnis busana muslimnya.

Rosihan berpendapat bisnis di internet punya pasar yang tidak terbatas. Permintaan kerap tidak bisa dikendalikan karena pembeli datang dari mana saja, dengan selera yang beragam. Karena itulah para pemain harus pandai-pandai menjaga pasokan barang. “Kalau tak begitu, persediaan barang kita akan goyang. Sementara pemintaan sangat tinggi,” ujarnya.  butik-mein-bandung-_131211131433-537

Pemain busana muslim yang mengandalkan pemasaran tradisional seperti jalur konvensional di Tanah Abang masih banyak. Pemain di jalur tersebut biasanya memadukannya dengan sistem keagenan. Keke Collections misalnya, selain memiliki 8 toko penyalur yang berada di kawasan pasar terbesar se-Asia Tenggara itu, juga punya belasan distributor protective di seluruh Indonesia. Para distributor Ika temukan melalui inisiatifnya memasang iklan baris di sebuah tabloid keluarga yang tengah naik daun. Untuk mereka, Keke memberikan margin 50% melalui sistem diskon keagenan. dianplangi

Namun justru karena kematangan distribusi tradisional yang sudah mereka rawat selama belasan tahun, Keke mampu tumbuh 15%-20% per tahun. Untuk mencapai growth yang lebih tinggi lagi, Randy yang bergabung Keke sejak 2 tahun silam dipercaya untuk membenahi sistem distribusi. Pria yang juga banyak dikenal sebagai motivator bisnis ini sedang menggodok sistem reseller Keke yang kelak akan diserahkan kepada para distributor. Sebelumnya channel agen ditangani langsung oleh kantor pusat.  Menurut rencana, strategi ini akan diantarkan melalui sebuah program komunikasi bertajuk “Woman Warrior”. Menilik judulnya, bisa diduga Randy akan memberdayakan segmen wanita sebagai pengembangan channel distribusi Keke.

Channel lain yang tengah dipersiapkan Randy adalah modern market. Dalam waktu dekat, produk Keke akan di-display di sebuah supermarket yang memiliki jaringan sekitar 60 toko di seluruh Indonesia. ”Tujuan saya sebenarnya lebih untuk menaikkan brand. Makanya saya akan tetap memakai merek Keke,” ujar Ika, wanita berpenampilan lembut yang kekerasan hatinya berhasil mengembangkan embrio Keke dari 5 buah mesin jahit bekas menjadi sebuah perusahaan konveksi beromset puluhan miliar.

Selain Keke, Rabbani juga dikenal sebagai pemain yang mengarahkan sistem distribusinya pada channel tradisional melalui jaringan independent store.  Perusahaan busana muslim yang didirikan pasangan Amry Gunawan – Nia Kurnia itu membuka networking distributor tunggal atau mitra dealer dan strukturalnya untuk setiap kota/kabupaten yang ada di Indonesia. manet  Saat ini Rabbani memiliki mitra sebanyak 186 dealer dan 180 strukturalnya yang tersebar di seluruh kota dan pelosok Indonesia.   Rabbani juga sedang mengembangkan sistem networking re-SHARE (Retail Outlet Syariah) yaitu pengembangkan outlet kelola bersama dengan sistem shariah/bagi hasil, dan networking marketing AS (markAS) Rabbani yaitu pengembangan mitra distribusi regional yang mencakup area distribusi per provinsi.  Manajemen channel tradisional semacam ini jelas butuh biaya tidak sedikit.

Berbeda dengan para member TDA yang kebanyakan fokus pada strategi olshop, Rony mengaduk strategi distribusi menjadi sistem multichannel. Ia menempuh semua channel (tradisional dengan sistem agen dan olshop) yang saling melengkapi untuk memasarkan merek Manet-nya. Di channel tradisional Manet memiliki sekitar 20 distributor. Namun di media sosial ia tidak memilih instagram yang relatif lebih ekslusif karena produknya bermain di level 3 (branded tapi affordable). “Kami lebih mengandalkan availability agar lebih dekat kepada konsumen,” pungkasnya. ***

(foto-foto : Internet)

2 tanggapan untuk “Geliat Pasar Busana Muslim – Islamic Economy”

  1. I am regular reader, how are you everybody? This paragraph posted at
    this site is actually nice.

Tinggalkan komentar

Sedang Tren